Kamis, 02 Januari 2014

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin maju perkembangan zaman seiringan dengan itu juga kejahatan banyak bermunculan di negeri pertiwi ini dengan berbagai metode. Salah satu diantaranya adalah tindak pidana penggelapan (verduistering) sebagaimana yang diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Menurut Laminating, tindak pidana sebagaimana tersebut sebagai ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’. Sebab, inti dari tindak pidana yang diatur dalam Bab XXIV tersebut adalah ‘’penyalahgunaan hak’’. Atau ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’.
Tindak pidana penggelapan sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan rendah hingga kalangan tinggi yang notabennya berpendidikan dan mengertia hukum atas tindakan tersebut, namun kejahatan ini tetap saja terjadi tidak hanya oleh masyarakat kecil bahkan seorang yang yang terpandang yang seharusnya menjadi panutan pun ikut terjerumus dalam kasus ini.
Menilik banyaknya kasus kejahatan yang terjadi dikalangan masyarakat, tentunya kita sangat prihatin. Termasuk kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri Group yang sangat merugikan negara.

1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa Pengertian Tindak Pidana Penggelapan ?
2. Apa saja jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan ?
3. Apa saja unsur-Unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan ?
4. Bagaimana Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group ?

 

 

 


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tindak Pidana Penggelapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut R. Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.[1]
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."[2]
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng,  menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.

2.2  Jenis-Jenis Tindak pidana Penggelapan
Berikut jenis-jenis tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP.
1)  Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2)  Penggelapan Ringan
Pengelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp.25. Diatur dalam Pasal 373 KUHP.
3) Penggelapan dengan Pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah (Pasal 374 KUHP).
4) Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga
            Penggelapan dalam lingkungan keluarga yakni penggelapan yang dilakukan dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya. (Pasal 375 KUHP).[3]

2.3  Unsur-Unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan
Penggelapan terdapat unsur-unsur Objektif  meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur Subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum. Pasal-Pasal penggelapan antara lain :
1)   Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
2)   Pasal 373 KUHP Penggelapan Ringan
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu bukan ternak.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Harganya tidak lebih dari Rp. 25,-
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan.
3)   Pasal 374 dan KUHP Penggelapan dengan Pemberatan
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.
4)   Pasal 375 KUHP Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
e. Terpaksa disuruh menyimpan barang.
f. Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau yayasan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun.
Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena: Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. Kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa. Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
Kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu. Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya. Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.
5)   Pasal 376 KUHP Penggelapan dalam Keluarga
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Penggelapan dilakukan suami (isteri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin.
Hukuman : Hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.
Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan.
Alasannya, sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri.
Oleh karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga sebagai delik aduan.[4] Tindak pidana  Penggelapan dalam lingkungan keluarga dapat diadili jika kejahatan tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.

2.4 Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group

2.4.1 Kronologi Kejadian Perkara

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana. Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo. Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.[5]
 2.4.2 Analisis Kasus dan Penerapan Pasal
a. Modus Terdakwa
Modus yang dilakukan PT AAG adalah Cara dengan menghindari pembayaran pajak melalui pembukuan penjualan yang dibuat tidak sebagaimana mestinya. dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
Dihubungkan dengan TPPU, dapat diuraikan dugaan TPPU sbb:
1.    Pemilik Asian Agri (ST)
Alternatif yang dapat didakwakan:
- hanya diproses dakwaan penggelapan pajak dan pemalsuan surat jo penyertaan KUHP;
-diproses secara kumulatif pemalsuan surat serta TPPU, tapi mengingat penggelapan pajak sedang di sidik oleh PPNS, maka tidak mungkin digabung. Karena TPPU disidik penyidik polri.
 unsur-unsur Pasal 3 ayat (1) UU TPPU sebagai berikut :
1)    Setiap orang, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karena dinyatakan dengan kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah Money Laundring ini sudah merupakan masalah global.
2)    Dengan sengaja, ini berarti orang yang disangkakan melakukan Tindak Pidana Pencucian uang tersebut harus dibuktikan sifat sengajanya, apakah sebagai bentuk kesengajaan sebagai kehendak, atau perbuatannya itu memang dikehendaki, ataukah hanya karena bentuk pengeahuan, artinya adanya pengetahuannya akan dampak dari perbuatannya.
3)    Menempatkan; mentransfer; membayarkan atau membelanjakan;  menghibahkan atau menyumbangkan; menitipkan; membawa keluar negeri; menukarkan atau perbuatan lainnya,  yang adalah masing-masing perbuatan merupakan suatu alternative yang cukup dibuktikan salah satunya saja, kecuali seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus, maka kesemuanya harus dituangkan dalam berkas perkara, seperti :
a)    Menempatkan kedalam jasa keuangan, artinya perbuatan memasukkan uang tunai kedalam penyedia jasa keuangan, seperti menabung, membuka giro atau deposito (sipelaku /predicat crime menyimpan sendiri hartanya).
b)    Mentransfer, artinya perbuatan pemindahan uang dari penyedia jasa keuangan satu ke penyedia jasa keuangan lain (pelaku/ predicat crime memindahkan harta kekayaan yang diperolehnya dari tindak pidana itu kepada pihak lain dengan menggunakan sarana perbankan).
c)     Membayarkan atau membelanjakan, artinya penyerahan sejumlah uang atas pembelian sesuatu benda kepada seseorang atau pihak lain. (pelaku menggunakan uang hasil tindak pidananya itu untuk membayar atau berbelanja, seperti membeli tanah, perusahaan dsb).
d)    Menghibahkan atau menyumbangkan, artinya perbuatan hukum   mengalihkan kebendaan secara cuma-cuma, termasuk pengertian hibah dalam hukum perdata kepada   pihak lain maupun keluarganya.
e)     Menitipkan, artinya uang hasil kejahatannya disimpan kepada seseorang, baik secara phisik, maupun menggunakan sarana perbankan milik temannya itu sebagaimana ketentuan hukum perdata.
f)      Membawa ke luar negeri, artinya kegiatan membawa secara phisik atas kekayaannya, baik dalam bentuk uang maupun benda lainnya tersebut dengan melewati batas wilayah Negara Republik Indonesia.
g)    Menukarkan, artinya perbuatan penukaran mata uang ke mata uang asing (Valas) ataupun dari surat berharga yang satu kepada surat berharga lainnya, termasuk penukaran benda lainnya.
h)    Perbuatan lainnya adalah perbuatan-perbuatan diluar yang telah disebutkan diatas, seperti Over booking, yaitu pemindah bukuan dari rekening satu kepada rekening lainnya dalam satu bank, sehingga tidak termasuk transfer) dll.
4) Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya orang tersebut dengan penilaiannya dia dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan (proparte dulus proparte culpa) bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sedang yang dimaksud harta kekayaan disini adalah sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 4 UU TPPU yang menyebutkan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
     Ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, artinya bukan saja lembaga perbankan dan asuransi, tetapi juga penyedia jasa keuangan lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1 ke 5 UU TPPU yang menyebutkan penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.
Baik atas nama sendiri atau orang lain, artinya sekalipun diatas namakan rang lain sipelaku tetap saja tidak dapat dibebaskan dari perbuatan pencucian uang.
Dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

2. Pasal 6 UU TPPU dikenakan terhadap keluarga ST dan/atau rekannya:
Pasal 6 ayat (1) TPPU menyatakan : “Setiap orang yang menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,-(lima belas milyar rupiah)”.
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)     Digunakannya kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah Money Laundring ini sudah merupakan masalah global . Menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)  Menerima atau menguasai penempatan harta kekayaan, berarti sifat perbuatannya sebagai penampung uang tunai bahkan hanya menguasai atau berada dalam kekuasaannya harta kekayaan ke dalam system perbankannya, tanpa diperlukan suatu pembuktian siapa pemilik dari harta kekayaan tersebut.
b)   Menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan, artinya seperti point 2 diatas, tetapi melalui transaksi perbankan, bukan uang tunai.
c)   Menerima atau menguasai pembayaran harta kekayaan,merupakan perluasan ancaman kepada pihak-pihak, dalam hal ini termasuk dalam konteks tindakan yang legal atau syah, sehingga dibutuhkan suatu itikad baik dari penjual untuk membantu pemberantasan kejahatan money laundering di Indonesia.
d)   Menerima atau menguasai hibah harta kekayaan, identik dengan point b diatas, tetapi dikhususkan untuk tindakan pemberian.
e)   Menerima atau menguasai sumbangan harta kekayaan, sama dengan poin c untuk yang bersifat sukarela sekalipun
f)    Menerima atau menguasai penitipan atau penukaran harta kekayaan, dalam hal ini menunjukkan betapa sangat luas jangkauan larangan termasuk juga hanya untuk tindakan penitipan yang berarti tanpa sifat kepemilikan sama sekali.
2)    Yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya, orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan (proparte dulus proparte culpa) bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.


























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Jenis-jenis tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP, diantaranya Penggelapan biasa, Penggelapan Ringan, Penggelapan dengan Pemberatan, dan Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga.
Dalam Pasal Penggelapan terdapat unsur-unsur Objektif  meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur Subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum.
Berdasarkan hasil analis, dapat diketahui bahwa Vincentius memegang peranan penting dalam menguak kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh ST dimana Vincent sebagai Financial Controller Asian Agri yang dimiliki oleh ST. Vincentius dalam kasus dugaan penggelapan pajak ST ini berperan sebagai whistleblower. Lemahnya penegakan hukum dan kurang komprehensifnya pengaturan mengenai perlindungan saksi secara yuridis formal pada gilirannya membuat saksi enggan memberikan kesaksian mengenai segala sesuatu yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami sendiri.
Dalam Witness Protection Act di USA, perlindungan terhadap whistleblower sudah mengakomodir agar terhadap whistleblower diberlakukan penganuliran pendakwaan dan bukan hanya keringanan hukuman seperti di Indonesia, tapi benar-benar dibebaskan. Guna mengungkap kasus yang lebih besar, membebaskan pelaku dalam kasus kecil yang terlibat dalam lingkup kasus besar tersebut. Hukum perlindungan saksi dan korban di Indonesia tidak mengenal plea agreement. Prinsip yang terkandung dalam plea agreement adalah untuk mendorong peran aktif saksi, sehingga diberikan suatu penghargaan bagi siapapun yang berperan dalam melaporkan/membantu membongkar tindak pidana. Selain itu masih terdapat pula plea bargain yang memiliki makna bahwa saksi yang menjadi pelaku tersebut dapat bernegosiasi mengenai pengurangan hukuman yang akan dijatuhkan terhadapnya di muka pengadilan.
Hukum mengenai perlindungan saksi dan pelapor yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban hanya memberikan keringanan hukuman bagi pelaku pidana berdasarkan pertimbangan hakim yang diatur pada Pasal 10 ayat 2. Dasar hukum perlindungan saksi dan pelapor selain tercantum dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2006, juga terdapat dalam Undang-undang Pengadilan HAM No. 26 Tahun 2000 pada Pasal 34, UNCAC pasal 32, Konvensi Palermo/ TOC pada Pasal 24 dan Pasal 25.
Dalam rangka pelaksanaan proses pemeriksaan tindak pidana pencucian uang, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU TPPU), telah mengatur mengenai perlindungan khusus terhadap Pelapor dan Saksi yang dicantumkan pada Pasal 39 sampai Pasal 43 yang dikuatkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 57[2] Tentang Tatacara Pemberian Perlindungan Khusus sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 42 UU TPPU. Dalam pengaturan ini, terhadap saksi dan pelapor telah diberikan perlindungan khusus oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya termasuk keluarganya dari pihak manapun. Dengan pemberian perlindungan khusus tersebut diharapkan baik Pelapor dan Saksi memperoleh jaminan atas rasa aman dan dapat memberikan keterangan yang benar, sehingga proses peradilan terhadap tindak pidana pencucian uang dapat dilaksanakan dengan baik.
Menurut UU Kejaksaan, Jaksa Agung bisa memakai kewenangan diskresinya melalui hak oportunitas untuk menganulir pendakwaan bagi saksi pelaku yang berjasa dalam mempermudah proses pengusutan suatu perkara. Penggunaan hak oportunitas ini pernah dilakukan Jaksa Agung dalam menyingkap kasus korupsi di tanah air.
Mengingat kasus dugaan penggelapan pajak oleh ST pada saat ini masih dalam proses penyidikan dan ditangani oleh ditjen pajak, maka ada beberapa opsi yang sebaiknya dilakukan yaitu :
1. Untuk dijatuhkannya putusan terhadap pengambilan harta kekayaan Vincent, harus diungkap penggelapan pajak oleh ST terlebih dahulu, apabila terbukti uang yang dicuri/digelapkan berasal dari tindak pidana tsb.
2. Terhadap kasus penggelapan pajak yang terjadi, bisa langsung dikumulatif dengan dakwaan money laundering.







DAFTAR PUSTAKA

Aprian,Dony.2013.(http://news.okezone.com/read/2013/08/28/339/857185/redirect). [28 November 2013]





[1]. http://blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-jenis-jenis-tindak.html.
[2] http://blogspot.com//pengertian-yuridis-tindak-pidana-pengelapan-dalam-bentuk-pokok.html.
[3] . Prof. Moeljatno, S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. 29, hal.132.
[4]. Abdoel. http://blogspot.com/2009/01/kejahatan-terhadap-harta-kekayaan.html. diakses hari Kamis tanggal 01 Januari 2009.
[5]. http://tugasakhiramik.blogspot.com/2013/02/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html